“Tidaaaaak!!!!”, aku
mencoba memberontak sekuat tenaga ku, tetapi apa yang bisa aku perbuat,
aku tetap dimasukkan ke ruangan kecil, gelap dan pengap. Keadaan ku
juga cukup menyedihkan, begitu lusuh.
Air
mata ku tak sengaja menetes, setitik,,, dua titik,, dan akhirnya
mengalir begitu deras merenungi nasib ku. “Sudahlah!! Untuk apa kamu
menangis!! Beginilah nasib kita!!”, sebuah suara lantang menghentakkan
ku untuk berhenti meratap. Aku baru nyadari kalau aku tidak sendirian di
ruang gelap ini.
“Iya,
untuk apa kau tangisi, lihatlah kami semua di sini, keadaan kami tak
jauh menyedihkan dari mu, bahkan bisa kamu lihat dia, dia tidak hanya
lusuh,, pakaiannya penuh robek disana-sini,, dan coba kamu lihat juga
dia, dia begitu kumal hingga tak begitu jelas lagi pakaiannya berwarna
apa”, ujar suara lantang yang berpakaian abu-abu itu sambil menunjuk ke
arah sosok berpakaian hijau dan orange yang duduk berdekatan sambil
memandang kearah ku.
Aku tetap tak dapat berkata satu patah
pun, aku hanya memandang sekitar ku, ku dapati banyak sosok yang kurang
lebih bernasib sama seperti ku yang duduk berlipat tidak beraturan di
ruangan ini. Satu persatu pandanganku tertuju ke sosok-sosok yang terus
memandang aneh ke arah ku, sampai pandanganku terhenti ke sosok lusuh
berpakaian berwarna merah sama seperti ku, pakaiannya begitu
menyedihkan, disana-sini terlihat robek dan bertambal dimana-mana.
“Kenapa dia?”, akhirnya aku mengeluarkan suara pertama ku dengan lirih.
“Dia
yang paling lama tinggal di sini, dan sepertinya dia tidak akan pernah
keluar dari ruangan ini”, ujar sosok berpakaian abu-abu dengan berbisik
seakan-akan ia tidak ingin suaranya terdengar oleh sosok berpakaian
merah yang hanya diam seribu bahasa.
“Keluar?
Apa kita bisa keluar dari sini?”, aku langsung tanggap mendengar kata
keluar, karena itulah yang menjadi pengharapan ku sekarang. “Pasti kita
keluar dari sini, apa lagi kamu yang berpakaian merah, nilai mu lebih
tinggi dibanding kami yang hanya berpakaian abu-abu, orange atau hijau”,
ujar sosok yang duduk di sebelahku. “Kapan?”, Tanya ku dengan mata yang
berbinar senang. “Kami juga tidak tahu kapan, tapi yang pasti bila
memang kamu dibutuhkan pasti kamu akan segera dikeluarkan dari sini.
Tapi sudah lah, walau kamu keluar dari sini, aku yakin nasib mu akan
tetap sama seperti di sini”, jawab sosok disebelahku menambahkan.
Suasana
kembali hening, sesekali kami terguncang-guncang di dalam ruangan gelap
ini, tanpa pernah tahu sebab kenapa ruangan ini sering sekali
berguncang-guncang. Aku kembali duduk berlipat di sudut ruangan sambil
tak henti-hentinya berharap akan segera dikeluarkan dari ruangan ini.
Entah
berapa jam berlalu, akhirnya serberkas cahaya terang menyilaukan mata
masuk ke ruangan ini, aku melihat pintu keluar terbuka lebar. “Aku ingin
keluar!! Aku ingin keluar!!”, teriak ku sekeras nya supaya terdengar
oleh sosok seorang ibu yang berada di luar sana.
Akhirnya
sebuah tangan berjari lima menangkapku dan membawa ku keluar dari
ruangan gelap yang bernama dompet itu. Tetapi kebahagianku ternyata
hanya sesaat, aku kemudian dicampakkan di atas seekor ikan basah yang
berbau amis. “Terima kasih buk!”, ujar sosok penjual ikan yang langsung
menangkap ku dan memasukkan aku ke dalam laci dagangannya yang gelap,
pengap dan bau.
1 komentar :
Memamahami perasaan sesosok uang kertas
andai semua benda ini hidup
mungkin seperti ini lah yang mereka rasakan
manusia itu mahluk yang kejam :D
Posting Komentar