Sabtu, 28 Mei 2016

Ruang Gelap

“Tidaaaaak!!!!”, aku mencoba memberontak sekuat tenaga ku, tetapi apa yang bisa aku perbuat, aku tetap dimasukkan ke ruangan kecil, gelap dan pengap. Keadaan ku juga cukup menyedihkan, begitu lusuh.

Air mata ku tak sengaja menetes, setitik,,, dua titik,, dan akhirnya mengalir begitu deras merenungi nasib ku. “Sudahlah!! Untuk apa kamu menangis!! Beginilah nasib kita!!”, sebuah suara lantang menghentakkan ku untuk berhenti meratap. Aku baru nyadari kalau aku tidak sendirian di ruang gelap ini.

“Iya, untuk apa kau tangisi, lihatlah kami semua di sini, keadaan kami tak jauh menyedihkan dari mu, bahkan bisa kamu lihat dia, dia tidak hanya lusuh,, pakaiannya penuh robek disana-sini,, dan coba kamu lihat juga dia, dia begitu kumal hingga tak begitu jelas lagi pakaiannya berwarna apa”, ujar suara lantang yang berpakaian abu-abu itu sambil menunjuk ke arah sosok berpakaian hijau dan orange yang duduk berdekatan sambil memandang kearah ku.


Aku tetap tak dapat berkata satu patah pun, aku hanya memandang sekitar ku, ku dapati banyak sosok yang kurang lebih bernasib sama seperti ku yang duduk berlipat tidak beraturan di ruangan ini. Satu persatu pandanganku tertuju ke sosok-sosok yang terus memandang aneh ke arah ku, sampai pandanganku terhenti ke sosok lusuh berpakaian berwarna merah sama seperti ku, pakaiannya begitu menyedihkan, disana-sini terlihat robek dan bertambal dimana-mana. “Kenapa dia?”, akhirnya aku mengeluarkan suara pertama ku dengan lirih.

“Dia yang paling lama tinggal di sini, dan sepertinya dia tidak akan pernah keluar dari ruangan ini”, ujar sosok berpakaian abu-abu dengan berbisik seakan-akan ia tidak ingin suaranya terdengar oleh sosok berpakaian merah yang hanya diam seribu bahasa.

“Keluar? Apa kita bisa keluar dari sini?”, aku langsung tanggap mendengar kata keluar, karena itulah yang menjadi pengharapan ku sekarang. “Pasti kita keluar dari sini, apa lagi kamu yang berpakaian merah, nilai mu lebih tinggi dibanding kami yang hanya berpakaian abu-abu, orange atau hijau”, ujar sosok yang duduk di sebelahku. “Kapan?”, Tanya ku dengan mata yang berbinar senang. “Kami juga tidak tahu kapan, tapi yang pasti bila memang kamu dibutuhkan pasti kamu akan segera dikeluarkan dari sini. Tapi sudah lah, walau kamu keluar dari sini, aku yakin nasib mu akan tetap sama seperti di sini”, jawab sosok disebelahku menambahkan.

Suasana kembali hening, sesekali kami terguncang-guncang di dalam ruangan gelap ini, tanpa pernah tahu sebab kenapa ruangan ini sering sekali berguncang-guncang. Aku kembali duduk berlipat di sudut ruangan sambil tak henti-hentinya berharap akan segera dikeluarkan dari ruangan ini.

Entah berapa jam berlalu, akhirnya serberkas cahaya terang menyilaukan mata masuk ke ruangan ini, aku melihat pintu keluar terbuka lebar. “Aku ingin keluar!! Aku ingin keluar!!”, teriak ku sekeras nya supaya terdengar oleh sosok seorang ibu yang berada di luar sana.

Akhirnya sebuah tangan berjari lima menangkapku dan membawa ku keluar dari ruangan gelap yang bernama dompet itu. Tetapi kebahagianku ternyata hanya sesaat, aku kemudian dicampakkan di atas seekor ikan basah yang berbau amis. “Terima kasih buk!”, ujar sosok penjual ikan yang langsung menangkap ku dan memasukkan aku ke dalam laci dagangannya yang gelap, pengap dan bau.
 
 
 

1 komentar :

My Satnite mengatakan...

Memamahami perasaan sesosok uang kertas
andai semua benda ini hidup
mungkin seperti ini lah yang mereka rasakan
manusia itu mahluk yang kejam :D

Posting Komentar

 
;