Sabtu, 03 Oktober 2015

Auriga

"Huh....", aku menghembuskan nafas ketika  menghempaskan tubuh letih ini di bangku taman. Sekilas ku lirik jam tangan  yang menunjukkan kalau sekarang sudah pukul sembilan lewat lima belas malam. Hmm.. kucoba menikmati indahnya cahaya lampu taman yang berwarna kuning membuat siluet bayangan dari pepohonan.

Aku sadar, kalau sekarang sudah terlalu malam untuk ku berada seorang diri di taman ini. Tapi, aku tidak terlalu merasa cemas, karena masih banyak kaum pemuda dan pemudi yang duduk kongkrow dan bercanda di pelataran gedung pertemuan yang berjarak kurang lebih enam meter di depan ku. "hmm... sepertinya acara kontes band gratis di dalam gedung masih berlangsung", gumam ku tanpa sedikit pun merasa tertarik untuk melangkahkan kaki ke gedung tersebut.


 Dalam senyap, ku dengar  handphone ku berbunyi. Suara Sherina dengan lantunan lagu Simfoni Hitam nya ku biarkan mengalun merdu dari dalam tas ku. Aku sungguh-sungguh tidak berniat untuk mengangkat telepon dari Dhirga, kekasih ku yang tingkah nya over protective sekali akhir-akhir ini. Terakhir, sore tadi Dhirga marah-marah di telepon karena tiga kali panggilannya tidak terjawab oleh ku. 

Ya, hari ini adalah hari paling sial bagi ku, dari pagi pekerjaan ku sebagai Graphic Designer sudah seperti neraka saja. Mrs. Reiko sang Fashion Designer uring-uringan seharian menyambut acara peragaan busana dadakannya bulan depan, seluruh gambar yang aku buat tak ada yang benar di mata nya. Terpaksa, aku pun mesti lembur sampai malam bersama si Corel dan Photoshop untuk mengulang gambar oret-oretan tangan serta file gambar dari Mrs.Eriko yang berkebangsaan Jepang agar menjadi serupa vector. Yang buat rada susah dan memakan waktu adalah kalau mau membuat pattern kain, mesti di bolak-balik supaya gambarnya nanti bisa diulang-ulang.

Ku rasakan dingin ketika setitik air hujan menerpa wajahku, entah sudah berapa kali panggilan telepon dari Dhirga mengulang-ulang di handphone ku. "Sekarang waktu nya aku pulang, tidak lucu kalau kisah sedih ku hari ini terlengkapi dengan pulang basah kuyup karena kehujanan!", bisik ku dalam hati, dan bergegas berlari-lari kecil diiringi alunan bunyi ringtone lagu Simfoni Hitam.
***


Tlah ku nyanyikan alunan-alunan sendu ku
Tlah ku bisikkan cerita-cerita gelap ku
Tlah ku abaikan mimpi-mimpi dan ambisi ku


"Nak, kamu ga kerja?", suara Mama merdu menarik ku dari alam mimpi ke dua setelah sholat shubuh. "Hmm... jam berapa sekarang Ma?", tanya ku sambil mengucek-ucek mata dan memperhatikan Mama yang menarik tirai jendela kamar ku. "Sekarang baru saja jam setengah delapan", ujar Mama  mendelikkan mata dan  senyum yang tersungging tergambar di bibir  wanita paruh baya yang sangat aku cintai ini. "Hah.... jam setengah delapan???", aku terkesiap dan secara refleks langsung melompat dari tempat tidur. "Gawat, kesiangan nih Ma..." ujarku setengah berteriak dan langsung menuju ke kamar mandi diikuti pandangan dan senyum mama.

Dengan ransel di bahu, aku berlari-lari kecil keluar dari perumahan, Mang Toha penjual roti langganan yang menyapa pun hanya ku balas dengan lambaian tangan. Pucuk di cinta ulam pun tiba, baru sebentar aku berdiri di tepian jalan, sebuah mobil taksi menghampiri ku. "Iyalah.. dari pada aku naik angkot, pasti aku terlambat", pikir ku seraya menaiki Taksi, "Jalan Rajawali pak..", ujar ku pada si sopir taksi.

Di dalam taksi, pandangan ku lurus ke depan. Telinga ku terbuka lebar mendengarkan siaran berita dari radio yang di setel pak sopir. Di penghujung berita, ada pengumuman tentang busway dan keinginan gubernur melakukan perekrutan pengemudi, khususnya 30% diharapkan pengemudi perempuan. "wah.. seru juga nih kalau di coba!" ujarku lirih dengan senyum merekah sepanjang perjalanan.

Untung saja, semua hasil lembur-an ku semalam di terima oleh Mrs.Reiko dengan senyum. Dan siang ini, dari meja ku yang tidak bersekat, ku lihat hari ini giliran Linda dan Eka yang menerima nyanyian Mrs.Reiko. "Aah.. Mrs.Reiko sebetulnya baik, hanya saja sifat cemas berlebihannya  dalam menghadapi acara Fashion Show Tunggal bulan depan membuat semua karyawan di sini mengernyitkan dahi. Masih terekam di ingatan ku mata Eka berkepribadian halus itu yang berkaca-kaca ketika di bentak oleh Mrs. Reiko karena jahitannya yang tidak sesuai keinginan. "Hmm... badai pasti berlalu", gumam ku lirih sambil meneruskan gambar-gambarku. 

***

"Auriga!!", ku rasakan ada yang meraih tangan ku ketika aku memutuskan untuk pulang berjalan kaki kembali sore ini. Aku pun membalikkan badan dan membuka ear phone mp3 player dari telinga ku. "Dhirga!", ucap ku lirih setengah terkesima mendapati sosok laki-laki yang selalu berpakaian parlente tersebut. Kulihat nafasnya masih  tersengal-sengal, karena berlari mengejar ku.

"Ada apa dengan mu? kenapa seharian ini handphone mu tidak aktif?", pertanyaan Dhirga langsung memberondong bagaikan suara senapan. " Aku lupa mencharger handphone ku semalam", jawabku seadanya sambil menatap muka yang berwarna merah padam tersebut. Dhirga memandangku dengan pandangan seakan-akan akan melahapku. Pandangannya berhenti pada koran yang tergulung dalam genggamanku. "Tidak biasanya kamu membaca koran?", ujar Dhirga mengambil dan meneliti koran yang aku beli di kios sebelah halte. 

Dengan diikuti Dhirga, aku berjalan ke trotoar sisi jalan, sambil mengambil posisi duduk aku pun mengutarakan rasa tertarik ku akan iklan lowongan pengemudi busway. "Aku perlu melakukan hal baru!", ujar ku memberi alasan ketika ku dapati wajah Dhirga yang terkesima tak percaya. " I don't believe it!! What's wrong with you Auri? ", ujar Dhirga. " Keputusanku sudah bulat Ga, aku sudah telalu jenuh dengan kehidupan rutinku ini, ayolah... beri aku kesempatan untuk mengikuti tes rekruitmen nya bulan depan", pinta ku. Dhirga terdiam memandangku lekat. Memandang seorang Auriga yang bagai menjelma menjadi konstelasi  bintang  di langit.
***


Dada ku menjadi sesak karena keresahan sebuah peristiwa,
namun mungkin saja kesusahan itu akan menjadi kebaikan.
Banyak hari yang diawali dengan kesuntukan,
dan pada akhirnya menjadi keindahan dan ketentraman.
Tak pernah aku merasa sempit karena kesuntukan,
kecuali akan datang sendiri jalan keluar untukku


Angin bertiup sepoi-sepoi menciptakan tarian indah si helai tirai  putih kamar ku. Ku coba menegakkan kepala untuk melihat wajah Mama setelah beberapa waktu kami terduduk dan terperangkap dalam hening. Tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut Mama ketika aku menceritakan maksud ku menjadi pengemudi busway. 

"Ma, maafkan Auri bila hal ini membuat Mama sedih. Auri hanya ingin keluar dari kepenatan rutinitas selama ini, dan Mama harus percaya, pekerjaan menjadi pengemudi busway bukanlah hal yang buruk. Auri yakin Ma, akan ada warna dan pengalaman baru dalam hidup Auri", ujar ku sambil tetap memandang wajah Mama yang membisu. 

Aku tahu, keputusan ku ini telah membuat Mama terguncang dan sedih. Tapi, tetap inilah Mama, tak pernah ia mau memperlihatkan air mata nya, sekalipun ketika Papa yang sangat kami cintai  menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit. Mama memang wanita yang paling tegar, walau pernah suatu hari aku tak sengaja mendengar isak tangis nya di separuh malam dalam sholat. Ya,, Mama ku hanya menangis di hadapan Allah Sang pemilik segalanya.

"Nak, kamu sudah betul-betul mempertimbangkannya?", akhirnya Mama pun berkata setelah sekian lama kami menikmati sang hening. "Insyaallah sudah Ma, dan walau nanti Auri menjadi seorang pengemudi Busway, Auri kan tetap bisa meneruskan menjadi graphic Designer orderan yang bekerja di rumah", ujar ku mencoba meyakinkan. Mama menghela nafas, "Baiklah,, Mama akan selalu mendukung mu selagi kamu tidak melupakan kodrat mu sebagai perempuan", ujar Mama sambil tersenyum simpul. "Owkeey Ma... Insyaallah, Auri akan tetap menjadi seorang wanita tulen yang berprofesi pengemudi Busway!", ujar ku riang sambil memeluk Mama, dan kemudian membisikkan ucapan terima kasih di telinga nya.

***

"Yaelaaahh!! beneran nih coy, kamu mau jadi sopir busway!",  ujar Iyan  si Graphic Designer ke dua yang tiba-tiba sudah duduk di sisi meja kerja ku. "Ya iyalaaah.... kenapa?? kamu mau ikutan??", ujarku sambil mendelikkan mata ke sahabat laki-laki satu-satu nya di kantor ini. Sebetulnya, kalau di lihat dari KTP, ada tiga karyawan di sini yang berjenis kelamin laki-laki. Tapi, karena tingkah dan cara bicara semuanya sudah pada seperti ibu-ibu arisan, maka nya cuma si Iyan ini yang termasuk kategori laki-laki menurut ku.

"Wah,, ga usah yeee....!! hmmm.. akhirnya, aku lah yang menjadi sang juara bertahan!", ujarnya sambil  mengetuk-ngetukkan pensil butut yang konon ia percaya sebagai sumber hoki nya kalau di pakai mendesign  di meja. "Juara bertahan apa? hmm.. kamu senang ya kalau aku hengkang dari kantor ini?", tanya ku sambil memasang tampang merajuk. "Jiaaah!! merajuk ni ye.....", ujarnya setengah berteriak. Aku  terdiam beberapa waktu dan tetap memasang tampang merajuk sambil tak melepaskan pandangan dari monitor.

"Auri, sebetulnya aku sedih kamu akan keluar dari kantor ini...", suara iyan merendah dan sedikit memelas. "terus, apa maksudnya sang juara bertahan tadi?", tanya ku tetap bernada sewot. "Ya.. kenyataannya begitu, aku lah sang juara bertahan!", ujarnya sekali ini dengan mimik wajah gado-gado alias campuran antara sedih dan senang yang sama sekali tak bisa ku baca. "Maksudnya??", sekali ini aku bertanya sambil memandangnya lekat tak berkedip. Lama Iyan terdiam, dan.. "Ya begitu deh,, kan aku bakalan menjadi satu-satu nya seorang laki-laki yang bertahan di kantor ini!! itu namanya Juara bertahan toh??", ujarnya dengan nada tanya dan ekspresi wajah yang siap-siap tertawa. "Gilaa!! kamu pikir selama ini aku laki-laki haah!!", aku pun secara refleks melemparkan pensil ku ke arah Iyan yang tertawa terbahak-bahak dan sudah berlari terlebih dahulu ke ruangan Mrs.Reiko.

Suasana kantor memang menjadi sedikit berubah setelah aku mengutarakan maksud ku untuk resign dikala pertunjukkan fashion show berakhir. Awalnya, Mrs.Reiko menolak surat pengunduran diri ku yang terhitung hari ini tinggal tujuh hari lagi sebelum fashion show. Memang, di kantor ini ada dua orang Graphic Designer, tapi ku akui memang aku dan Iyan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam membuat vector, secara lah... ternyata memang  ini adalah kodrat Allah akan penciptaanNya, bahwa ternyata hasil graphic seorang laki-laki dan perempuan perbedaannya terlihat jelas. Iyan memang mahir sekali kalau berurusan dengan gambar-gambar yang bertema rada macho dan berhubungan dengan dunia kegelapan (alias nominan warna hitam-red), tapi untuk gambar yang betema kelembutan, sepertinya aura laki-laki nya sangat-sangat menolak tegas.

"Are you serious?", terngiang di telinga ku pertanyaan untuk kedua kali nya Mrs.Reiko yang memang hanya bisa berbahasa Jepang dan Inggris menanyakan kembali hasil keputusanku setelah aku menjelaskan secara detail alasan ku untuk resign dan kesediaan ku untuk tetap membantu membuat vector gambar orderan jika memang dibutuhkan."Yes Mom, I'm serious", ujarku pelan tapi tegas.  Sejenak Mrs. Reiko terdiam, tapi setelah aku mengulang kesediaanku tetap membantu, akhirnya Mrs.Reiko pun menganggukkan kepala nya tanda setuju.

"Woeeii...!! kalau mau ngelamun ke hutan sana!!", suara Iyan membangunkan ku dari lamunan. "Siapa juga yang ngelamun?", ujar ku berdalih sambil mengamati Iyan yang sudah mematikan komputernya dan beres-beres. "Mrs.Reiko mengajak kita ke gedung pertunjukan fashion show, itu kalau kamu mau ikut lihat persiapan sekaligus hasil karya kita yang sudah jadi", ujar Iyan tanpa menoleh kepada ku. "Apa?? karya kita?? karya gue kaleeee!!! wuuuhhh!!", ujarku gaduh. Iyan kembali tertawa renyah menyadari kalau memang fashion show kali ini yang bertema Bidadari  tak ada satu pun yang hasil design nya. "Suka-suka aku!!! karya mu kan karya ku juga,, karya ku ya tetap karya ku!! hahahaha,"  iyan tertawa . "Ayo.. cepat mau ikut ga?? ujar iyan yang mendapati ekspresi ku   nyengir kuda. " Iya, ikut... tunggu aku beres-beres dulu", ujar ku sadar kalau sehabis dari gedung pertunjukkan kami tak akan balik lagi ke kantor."Aku tunggu tiga menit", ujar iyan yang sudah ngeloyor ke arah parkiran mobil Mrs.Reiko. "Owkeey bos!!", jawabku geli.

***

"Kamu di mana? aku ke kantor mu tapi sudah sepi?", suara Dhirga di ujung telepon membawa ku berjalan ke sisi kanan panggung yang dipakai para peragawan dan peragawati berjalan lenggak-lenggok untuk berlatih. "Aku di Gedung Seni sekarang", seperti biasa jawaban ku seadanya. "Tunggu aku, aku langsung ke sana!", ujar Dhirga dan telepon pun di tutup. 

Aku terdiam  sambil mengamati sang peragawan dan peragawati yang berlatih. Hati ku merasa pilu dikala teringat kalau waktu ku bersama Mrs.Reiko Crew ini hanya tinggal seumur jagung. Banyak kenangan indah yang aku alami setelah kurang lebih tiga tahun bergabung, seluruh kejadian dari awal bergabung sampai waktu aku mengirimkan surat lamaran pekerjaan sebagai pengemudi busway ku lewat pos pagi tadi bagaikan slide yang berputar-putar di kepala ku. Banyak yang telah aku dapat di sini, dan ini adalah pengalaman berharga yang terukir di buku kehidupan ku.

"Woeeii bos!! Apa kabar??", suara teriakan Iyan kembali menarik ku dari penyakit melamun yang menghinggapi ku beberapa hari ini. Ku lihat Dhirga menyalami tangan Iyan yang menghampirinya dengan akrab. Mereka bercakap-cakap satu sama lain beberapa waktu, sampai akhirnya Iyan menunjuk ke arah ku, untuk memberitahu posisi ku kepada Dhirga.

Dhirga berdiri di samping ku, beberapa waktu kami terdiam satu sama lain sambil memandang ke arah panggung. "Bagaimana keadaan mu hari ini?", Dhirga membuka percakapan. "Baik", ujar ku singkat sambil tersenyum dengan pandangan tetap ke panggung. "Aku mau bicara, tadi aku sudah bicara dengan Iyan untuk  minta ijin mengajak mu pulang lebih dulu", ujar Dhirga. Aku tersenyum dan mengangguk. Sambil menuju ke pintu keluar, kami melambaikan tangan ke arah Iyan dan Mrs.Reiko Crew yang kemudian dibalas lambaian tangan kembali.

***

"Aku mohon Auri, pertimbangkan lagi keputusan mu", Dhirga kembali membuka percakapan setelah sekian lama kami hanya terdiam di mobil ini. "Aku sudah mempertimbangkannya Ga, dan aku sudah memasukkan surat lamarannya pagi tadi", jawab ku pelan. "Aku tidak sanggup Auri.. aku tidak sanggup!", suara Dhirga sedikit meninggi. "Tidak sanggup apa?", tanya ku tetap datar tanpa mengalihkan pandangan dari jalan di depanku. "Aku tidak sanggup mempunyai pacar seorang sopir busway! pekerjaan itu tidak cocok untuk mu! Ingat Auri... kamu seorang perempuan!!", suara Dhirga naik satu oktaf. "Tapi, tetap tak ada salahnya seorang perempuan menjadi sopir Ga, ini tetap pekerjaan halal", ujar ku  dengan tenang. 

Aku tahu, ini adalah hal yang sulit untuk Dhirga, Seorang Dhirga yang terlahir sebagai seseorang yang mapan dan selalu berperan dalam kemapanan untuk mengendalikan perusahaan dan beratus-ratus karyawannya. Beberapa kali Dhirga meminta ku untuk bekerja di perusahaanya, tapi selalu aku tolak karena aku merasa aku tidak mempunyai kemampuan di bidang itu, aah,, membayangkan pekerjaan yang selalu berurusan dengan angka itu mesti membuat ku pusing, apa lagi kalau aku mesti benar-benar melakukannya. Huaaah....

"Kalau begitu, aku pun telah membuat keputusan Auri", ujar Dhirga, sekali ini nada suaranya merendah. "Keputusan apa?", tanya ku. "Hubungan kita cukup sampai di sini kalau kamu tetap mau menjadi sopir busway. Apa kamu tidak berpikir? apa kata orang-orang kalau aku yang seorang direktur utama mempunyai pacar seorang sopir busway... Auri, aku malah lebih suka, baiknya kamu tidak usah bekerja, dan aku akan mentransfer kan uang seberapa pun yang kamu inginkan,,, Please!! hentikan kekonyolan ini!!", suara Dhirga bagai berteriak ketika kami terhenti di lampu merah.

"Ini bukan hal yang berkenaan uang Ga, tidak semua kebahagiaan bisa dinilai dengan uang", ujar ku tetap pelan. "Owkeey!! malam ini kamu pikirkan keputusan mu itu, besok kamu beri aku jawabannya", ucap Dhirga sambil menginjak gas ketika lampu telah menunjukkan warna hijau. "Aku sudah memikirkan nya Ga, dan aku menerima keputusan mu. Maafkan aku...", ujar ku lirih. Dhirga hanya diam seribu bahasa sepanjang perjalanan, dan sampai aku turun dari mobilnya dikala sampai rumah tetap tak ada satu kata pun yang keluar dari lisan nya. 

***
"Alhamdulillah, akhirnya acara Fashion Show Mrs.Reiko berjalan dengan lancar dan sukses", gumam Auri sambil merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Diliriknya jam dinding berwarna hijau dan berbentuk keropi yang menunjukkan kalau sekarang sudah pukul 00.12 wib.  Sebetulnya acara tadi berakhir pukul 22.30 wib, tapi karena Mrs.Reiko memberinya acara kejutan perpisahan, maka Auri pun harus rela tetap dibecandain sampai malam oleh teman-teman, dan yang paling mengharukan Iyan terlihat meneteskan air mata saat mengucapkan perpisahan.

"Ayo Auri! kamu harus tidur sekarang! besok adalah awal hari baru mu!", ujar Auri pada diri nya sendiri, karena mulai besok dan dua puluh hari selanjutnya ia harus mengikuti proses perekrutan sebagai pengemudi busway. Auri tersenyum sambil memejamkan mata, dan dalam lelap ia pun merasa berada di antara gugusan bintang dengan cahaya capella yang menawan.


***

Auri berdiri dan bersandar di dinding lorong depan ruangan yang akan menjadi tempat tiga puluh orang calon pengemudi busway memulai proses testing tahap ke dua. Kabarnya ada ratusan pelamar yang berminat dan mengirimkan berkas untuk pekerjaan ini, tetapi setelah melalui test administrasi dan tertulis maka hanya tiga puluh orang yang diantaranya terdapat lima orang perempuan yang akan mengikuti test selanjutnya.

Auri tersenyum mendengar samar-samar celoteh mbak Susi yang menceritakan apa yang ia alami di perjalanan  menuju tempat test. Mbak Susi memang pandai bercerita, selain memang cerita yang dicerita kan nya memang lucu, postur tubuhnya yang  gendut membuat cerita lucu menjadi semakin lucu dikala perutnya yang bergoyang-goyang seakan-akan ikut tertawa. Yang paling senang nimbrung di cerita mbak Susi adalah Yuk Rina yang konon asli nya dari negeri tempat buk Bariah di film si Unyil. "Kalau ga percaya, tanya ke Auri?", ujar mbak Susi yang membuat ku  tersentak. "Apa mbak? maaf aku kurang nyimak tadi?", aku rada gelagapan, karena memang pembicaraan terakhir kurang ku simak.

"huhhh.. pantesan kamu ga denger, lah telinga mu ditutup earphone!", Mbak Susi pasang tampang cemberut dengan melipat-lipat muka nya yang bulat menjadi seperti bentuk jeruk bali yang terjatuh dari gedung lantai lima. "Hehehe.. maaf deh mbak, abis suntuk nih, kok lama bener mulainya, kan katanya dimulai jam tujuh, ini sudah jam tujuh tiga puluh lebih malah belum mulai."Iya, bener... kelamaan ini", ujar mbak Dian yang sedari tadi hanya memencet keypad hape ber-sms-an ria dengan suaminya yang kerja nun jauh di bumi cendrawasih. 

Tak lama kemudian dari kejauhan terlihat sosok Shinta sambil berlari-lari kecil membawa sebuah kertas. Shinta adalah wanita termuda diantara kami yang masih kuliah dan sedang proses menyelesaikan Tugas Akhir.  "Hmm.. memang Allah yang Maha Tahu, tujuan apa yang ada dibenak masing-masing, dan yang pasti semuanya mengalami hal yang hampir sama yang aku rasakan setelah memutuskan untuk berkerja di sini ", bisik ku dalam hati.

"huuh,, huh.. ", nafas Shinta terhengal-hengal setelah sampai di antara kami. "Ayoo.. mbak-mbak ku, sudah mau mulai, ini daftar dan jadwal urut ujian praktek kita", ujarnya. Mbak Susi mengambil kertas yang dibawa Shinta, semua berkerumun untuk membaca bersama:


Jadwal Test Calon Pengemudi Busway
  • Session 1 : Test pengetahuan tentang peraturan lalu lintas
  • Session 2 : Test Mengemudi
  • Session 3 : Test Pengenalan Mesin
  • Session 4 : Test Kesehatan
  • Session 5 : Test Mengemudi ke Jalur Busway
  • Session 6 : Test Akhir


"Ayo.. kita ke ruangan C-11", ujar Shinta semangat, kami tersenyum dan mengikuti langkah nya yang menari-nari. 

***

"Huaaalah.. maka nya, jangan belagu... perempuan kok mau jadi sopir... ya ga pantes!!", ujar Pak Chandra yang sinis membuat Auri merasakan ada gendang yang bertalu di dada nya. Ini adalah hari keempat belas nya melakukan proses test, dan pada test mengemudi nya hari ini memang ia melakukan hal yang fatal, roda busway sampai naik ke trotoar jalan gara-gara ia tadi mencoba menghindari seekor kucing yang entah kenapa bisa terduduk dengan manis di jalanan. "Jangan terlalu di dengar omongan Pak Chandra, memang orangnya begitu,,, ngomong selalu ga menjaga perasaan orang", ujar Mbak Dian yang tiba-tiba sudah ada di samping Auri. "Memang dunia ini sudah mau kiamat! lihat... perempuan-perempuan ini, mungkin sudah lupa kodratnya! mau apa hah? emansipasi?? hahahaha", tawa Pak Chandra semakin menjadi-jadi karena melihat Auri yang ditarik mbak Dian menjauh.
***
"Apa yang kamu pikirkan Nak?", ujar Mama yang tiba-tiba sudah ada di samping Auri Ada perasaan galau di hati Auri tentang pekerjaan baru nya ini. "Besok pagi pengumuman hasil testing Ma", jawab Auri pelan sambil menggerak-gerakkan kedua kaki nya yang terendam di kolam ikan kecil belakang rumah. "Insyaallah, kalau pekerjaan itu memang baik untuk mu menurut Allah, Mama yakin, kamu akan lulus". Auri tersenyum dan merasakan setetes kesejukkan di kalbu nya.

"Insyaallah Ma, tapi... ada yang mengganjal di hati Auri sekarang Ma, hmm... menurut Mama, menjadi pengemudi busway apakah bentuk menyalahi kodrat sebagai seorang perempuan?", akhirnya Auri mampu mencurahkan ke galauannya. "Tidak ada sedikit pun niat Auri untuk melakukan seperti yang orang sebut emansipasi Ma, Semua terjadi hanya karena Auri merasa kalau proses kehidupan Auri sudah terlalu monoton, tak ada hal lebih yang Auri rasakan ketika Auri pergi pagi ke kantor dan pulang di sore hari. Auri ingin melakukan hal lebih Ma, bukankan kita akan menjadi seorang yang merugi bila kita tidak melakukan hal yang lebih baik setiap harinya?", ujar Auri.


Mama tersenyum dan menghembuskan nafas pelan. Diusapnya kepala anak semata wayangnya itu. "Emansipasi,,, memang merupakan suatu kata yang mempunyai ragam makna, Nak. Dan Emansipasi adalah kata yang paling erat hubungannya dengan seorang wanita, karena wanita lah yang terkadang merasa adanya sesuatu yang tidak benar dalam hidupnya, baik itu karena ada rasa iri kepada pria atau karena memang tidak mendapatkan keadilan dan haknya sebagai seorang wanita", ujar Mama.

Mama juga tidak tahu, sejak kapan masyarakat menjadikan wanita sebagai bahasan penting. Namun yang Mama tahu, begitulah fenomena zaman ini. Wanita saat ini, dibelahan bumi manapun ia berada, sedang menjadi sentra pembicaraan. Bahkan untuk sebuah topik urgen dan asasi".

"Polemik ini begitu panjang, seolah mengiringi pergantian siang dan malam. Hingga tumbuhlah ia menjadi kajian penting, mengasikkan, berliku dan penuh teka-teki. Kadang juga terkesan dibuat-buat dan diada-adakan. Hingga pemecahan dan jalan keluarnya pun menjelma menjadi sesuatu yang susah dan menyulitkan".

Masalah  ini begitu menyita perhatian umat Islam. Para muslimah juga tidak ketinggalan. Oleh karenanyalah mereka tidak sempat mengejar karir, ataupun yang lainnya. Mereka terombang-ambing dibuatnya. Lelah sudah mereka mengadakan pembelaan dan perlawanan. Jadilah perbandingan antara pria dan wanita sebagai kesibukan mereka. Bingung dan tanda tanya besar tentang posisi wanita mendominasi benak mereka.

Mama ingat ucapan seorang dai'yah, Zainab Al-Ghazali, katanya, "kita telah membebek (menurut) pada Barat dan menjadikan wanita sebagai sebuah masalah. Hingga banyaklah pertanyaan-pertanyaan tentang "wanita teladan", "profil wanita", "kedudukan wanita", dan lain-lain. Seolah-olah wanita dalam Islam tidak memiliki peran. "Kamu tau Nak? Menjadi laki-laki atau wanita  itu sama saja, karena iman dan taqwa lah yang menjadi ukuran baku restu Sang Pencipta, ujar mama mengakhiri.

"Iya Ma, memang arti emansipasi sudah terlalu luas dan menjerumuskan seorang wanita bila ia tidak mengetahui peran sebenarnya sebagai seorang wanita di ciptakan. Hmm...  tapi Ma, terkadang ada juga paradigma yang membatasi ruang gerak seorang wanita untuk menjadi lebih baik. Sebagai contoh,  sekarang ini masih banyak Muslimah yang belum tahu cara berkoneksi internet, bahkan tidak tahu apa itu internet. Menurut penelitian yang aku baca, wanita pengguna internet di Indonesia baru mencapai 24%. Memang masih lebih tinggi dari rata-rata wanita Timur Tengah yang hanya 6%. Tapi jelas, masih jauh tertinggal dibanding wanita di Amerika Serikat yang sudah mencapai 41% dan Amerika Latin 38%. Dari hasil tersebut terlihat, bahwa Muslimah yang notabene nya berasal dari Indonesia dan Timur Tengah ternyata masih sangat rendah.

Coba Mama perhatikan orang-orang yang brkecimpung d bidang teknologi, ternyata bidang ini cenderung didominasi oleh kaum pria, bisa di lihat dari jumlah mahasiswi yang menjadi kaum minoritas di jurusan teknik.

Wanita cenderung menghindar dari pekerjaan teknis atau berbau teknologi karena: telah terjebak isu gender, Faktor alamiah, dan Adanya diskriminasi di dunia kerja. Padahal, sebenarnya teknologi itu sendiri di ciptakan utk mempermudah kehidupan manusia, yang tidak terbatas oleh gender.

Memang fitrahnya wanita cenderung lebih banyak menghabiskan waktu untuk urusan rumah tangga, tapi ada banyak teknologi yang bisa mempermudah pekerjaan tersebut. Contohnya, dengan adanya internet banking, pekerjaan membayar berbagai tagihan menjadi relatif mudah dan terhindar dari antri, yg bs menghemat waktu dan tenaga. Internet juga bisa di gunakan untuk mencari berbagai resep masakan, kecantikan, atau mencari info tentang perkembangan dan pendidikan anak. Dan yang paling penting, muslimah adalah guru bagi anak-anaknya, yang menjadi penerus umat. Kalau gurunya gaptek  bagaimana dengan muridnya nanti?? 

Begitu juga dengan pekerjaan  menjadi pengemudi busway. Menurutku, bekerja menjadi seorang pengemudi  busway bukanlah suatu hal yang salah. Memang sih, paradigma masyarakat sudah tertanam kalau menjadi seorang pengemudi atau sopir adalah pekerjaan kasar dan khusus untuk kaum pria. Tapi, menjadi pengemudi busway merupakan hal yang berbeda dari menjadi pengemudi-pengemudi lainnya. Karena, seorang pengemudi busway memiliki gaji dan tidak pernah bekerja untuk mengejar setoran. Ia mempunyai jadwal yang tepat, yaitu bekerja hanya delapan jam dalam sehari,  ujar Auri menambahkan.

"Nak, Mama yakin kamu sudah paham mengenai hal ini, tapi Mama tetap akan mengingatkan agar kamu tidak melupakan kodrat alamiah seorang wanita nantinya. Kalau masih sebatas mencari pengalaman dan ilmu, Mama pasti merestui, tapi... kalau kamu mau jadikan pekerjaan ini untuk selamanya, Mama rasa tidak toh?", ujar Mama tak kalah untuk mengemukakan pendapatnya.

"Iya.. Mama ku sayang.... mana mau juga Auri jadi pengemudi busway selamanya, karena Auri tahu, peran Auri yang utama adalah menjadi seperti Mama", jawab Auri sambil memeluk Mama manja, dan kemudian keduanya berangkulan ke dalam rumah diikuti pandangan sepasang mata dari rindang nya pepohonan di sekitar kolam.

***

"Horaaay!!! kita lulus semua!!!", Shinta berlonjakkan kegirangan. Terlihat juga Mbak Susi, Mbak Dian dan Yuk Rina berangkulan bahagia. Dari jarak yang agak jauh, Auri melangkah menuju ke seseorang yang semalam telah menghubunginya kembali lewat telepon. Seseorang yang semalam secara tidak sengaja mendengarkan pembicaraannya dengan Mama. Seseorang yang juga telah menyalakan kembali pelita di hati nya yang redup. Langkah Auri pun semakin cepat dan dalam langkahnya ia pun membalas lambaian tangan sosok yang bersandar di sebuah mobil.  "Dhirga!! Aku lulus!!! Aku Lulus", ujar Auri Bahagia.

***

Hanya sebuah tulisan lawas di bulan Maret 2013

 
;