"Huh....", aku menghembuskan nafas
ketika menghempaskan tubuh letih ini di bangku taman. Sekilas ku lirik
jam tangan yang menunjukkan kalau sekarang sudah pukul sembilan lewat
lima belas malam. Hmm.. kucoba menikmati indahnya cahaya lampu taman
yang berwarna kuning membuat siluet bayangan dari pepohonan.
Aku sadar, kalau sekarang sudah
terlalu malam untuk ku berada seorang diri di taman ini. Tapi, aku tidak
terlalu merasa cemas, karena masih banyak kaum pemuda dan pemudi yang
duduk kongkrow dan bercanda di pelataran gedung pertemuan yang berjarak
kurang lebih enam meter di depan ku. "hmm... sepertinya acara kontes
band gratis di dalam gedung masih berlangsung", gumam ku tanpa sedikit
pun merasa tertarik untuk melangkahkan kaki ke gedung tersebut.
Dalam senyap, ku dengar handphone ku
berbunyi. Suara Sherina dengan lantunan lagu Simfoni Hitam nya ku
biarkan mengalun merdu dari dalam tas ku. Aku sungguh-sungguh tidak
berniat untuk mengangkat telepon dari Dhirga, kekasih ku yang tingkah
nya over protective sekali akhir-akhir ini. Terakhir, sore tadi Dhirga
marah-marah di telepon karena tiga kali panggilannya tidak terjawab oleh
ku.
Ya, hari ini adalah hari paling
sial bagi ku, dari pagi pekerjaan ku sebagai Graphic Designer sudah
seperti neraka saja. Mrs. Reiko sang Fashion Designer uring-uringan
seharian menyambut acara peragaan busana dadakannya
bulan depan, seluruh gambar yang aku buat tak ada yang benar di mata
nya. Terpaksa, aku pun mesti lembur sampai malam bersama si Corel dan
Photoshop untuk mengulang gambar oret-oretan tangan serta file gambar
dari Mrs.Eriko yang berkebangsaan Jepang agar menjadi serupa vector.
Yang buat rada susah dan memakan waktu adalah kalau mau membuat pattern
kain, mesti di bolak-balik supaya gambarnya nanti bisa diulang-ulang.
Ku rasakan dingin ketika setitik
air hujan menerpa wajahku, entah sudah berapa kali panggilan telepon
dari Dhirga mengulang-ulang di handphone ku. "Sekarang waktu nya aku
pulang, tidak lucu kalau kisah sedih ku hari ini terlengkapi dengan
pulang basah kuyup karena kehujanan!", bisik ku dalam hati, dan bergegas
berlari-lari kecil diiringi alunan bunyi ringtone lagu Simfoni Hitam.
***
Tlah ku nyanyikan alunan-alunan sendu ku
Tlah ku bisikkan cerita-cerita gelap ku
Tlah ku abaikan mimpi-mimpi dan ambisi ku
"Nak, kamu ga kerja?", suara
Mama merdu menarik ku dari alam mimpi ke dua setelah sholat shubuh.
"Hmm... jam berapa sekarang Ma?", tanya ku sambil mengucek-ucek mata dan
memperhatikan Mama yang menarik tirai jendela kamar ku. "Sekarang baru
saja jam setengah delapan", ujar Mama mendelikkan mata dan senyum yang
tersungging tergambar di bibir wanita paruh baya yang sangat aku
cintai ini. "Hah.... jam setengah delapan???", aku terkesiap dan secara
refleks langsung melompat dari tempat tidur. "Gawat, kesiangan nih
Ma..." ujarku setengah berteriak dan langsung menuju ke kamar mandi
diikuti pandangan dan senyum mama.
Dengan ransel di bahu, aku
berlari-lari kecil keluar dari perumahan, Mang Toha penjual roti
langganan yang menyapa pun hanya ku balas dengan lambaian tangan. Pucuk
di cinta ulam pun tiba, baru sebentar aku berdiri di tepian jalan,
sebuah mobil taksi menghampiri ku. "Iyalah.. dari pada aku naik angkot,
pasti aku terlambat", pikir ku seraya menaiki Taksi, "Jalan Rajawali
pak..", ujar ku pada si sopir taksi.
Di dalam taksi, pandangan ku
lurus ke depan. Telinga ku terbuka lebar mendengarkan siaran berita dari
radio yang di setel pak sopir. Di penghujung berita, ada pengumuman
tentang busway dan keinginan gubernur melakukan perekrutan pengemudi,
khususnya 30% diharapkan pengemudi perempuan. "wah.. seru juga nih kalau
di coba!" ujarku lirih dengan senyum merekah sepanjang perjalanan.
Untung saja, semua hasil
lembur-an ku semalam di terima oleh Mrs.Reiko dengan senyum. Dan siang
ini, dari meja ku yang tidak bersekat, ku lihat hari ini giliran Linda
dan Eka yang menerima nyanyian Mrs.Reiko. "Aah.. Mrs.Reiko sebetulnya
baik, hanya saja sifat cemas berlebihannya dalam menghadapi acara
Fashion Show Tunggal bulan depan membuat semua karyawan di sini
mengernyitkan dahi. Masih terekam di ingatan ku mata Eka berkepribadian
halus itu yang berkaca-kaca ketika di bentak oleh Mrs. Reiko karena
jahitannya yang tidak sesuai keinginan. "Hmm... badai pasti berlalu",
gumam ku lirih sambil meneruskan gambar-gambarku.
***
"Auriga!!", ku rasakan ada yang
meraih tangan ku ketika aku memutuskan untuk pulang berjalan kaki
kembali sore ini. Aku pun membalikkan badan dan membuka ear phone mp3
player dari telinga ku. "Dhirga!", ucap ku lirih setengah terkesima
mendapati sosok laki-laki yang selalu berpakaian parlente tersebut.
Kulihat nafasnya masih tersengal-sengal, karena berlari mengejar ku.
"Ada apa dengan mu? kenapa
seharian ini handphone mu tidak aktif?", pertanyaan Dhirga langsung
memberondong bagaikan suara senapan. " Aku lupa mencharger handphone ku
semalam", jawabku seadanya sambil menatap muka yang berwarna merah padam
tersebut. Dhirga memandangku dengan pandangan seakan-akan akan
melahapku. Pandangannya berhenti pada koran yang tergulung dalam
genggamanku. "Tidak biasanya kamu membaca koran?", ujar Dhirga mengambil
dan meneliti koran yang aku beli di kios sebelah halte.
Dengan diikuti Dhirga, aku
berjalan ke trotoar sisi jalan, sambil mengambil posisi duduk aku pun
mengutarakan rasa tertarik ku akan iklan lowongan pengemudi busway. "Aku
perlu melakukan hal baru!", ujar ku memberi alasan ketika ku dapati
wajah Dhirga yang terkesima tak percaya. " I don't believe it!! What's
wrong with you Auri? ", ujar Dhirga. " Keputusanku sudah bulat Ga, aku
sudah telalu jenuh dengan kehidupan rutinku ini, ayolah... beri aku
kesempatan untuk mengikuti tes rekruitmen nya bulan depan", pinta ku.
Dhirga terdiam memandangku lekat. Memandang seorang Auriga yang bagai
menjelma menjadi konstelasi bintang di langit.
***
Dada ku menjadi sesak karena keresahan sebuah peristiwa,
namun mungkin saja kesusahan itu akan menjadi kebaikan.
Banyak hari yang diawali dengan kesuntukan,
dan pada akhirnya menjadi keindahan dan ketentraman.
Tak pernah aku merasa sempit karena kesuntukan,
kecuali akan datang sendiri jalan keluar untukku
Angin
bertiup sepoi-sepoi menciptakan tarian indah si helai tirai putih kamar
ku. Ku coba menegakkan kepala untuk melihat wajah Mama setelah beberapa
waktu kami terduduk dan terperangkap dalam hening. Tak ada satu pun
kata yang keluar dari mulut Mama ketika aku menceritakan maksud ku
menjadi pengemudi busway.
"Ma,
maafkan Auri bila hal ini membuat Mama sedih. Auri hanya ingin keluar
dari kepenatan rutinitas selama ini, dan Mama harus percaya, pekerjaan
menjadi pengemudi busway bukanlah hal yang buruk. Auri yakin Ma, akan
ada warna dan pengalaman baru dalam hidup Auri", ujar ku sambil tetap
memandang wajah Mama yang membisu.
Aku
tahu, keputusan ku ini telah membuat Mama terguncang dan sedih. Tapi,
tetap inilah Mama, tak pernah ia mau memperlihatkan air mata nya,
sekalipun ketika Papa yang sangat kami cintai menghembuskan nafas
terakhirnya di Rumah Sakit. Mama memang wanita yang paling tegar, walau
pernah suatu hari aku tak sengaja mendengar isak tangis nya di separuh
malam dalam sholat. Ya,, Mama ku hanya menangis di hadapan Allah Sang
pemilik segalanya.
"Nak, kamu
sudah betul-betul mempertimbangkannya?", akhirnya Mama pun berkata
setelah sekian lama kami menikmati sang hening. "Insyaallah sudah Ma,
dan walau nanti Auri menjadi seorang pengemudi Busway, Auri kan tetap
bisa meneruskan menjadi graphic Designer orderan yang bekerja di rumah",
ujar ku mencoba meyakinkan. Mama menghela nafas, "Baiklah,, Mama akan
selalu mendukung mu selagi kamu tidak melupakan kodrat mu sebagai
perempuan", ujar Mama sambil tersenyum simpul. "Owkeey Ma... Insyaallah,
Auri akan tetap menjadi seorang wanita tulen yang berprofesi pengemudi
Busway!", ujar ku riang sambil memeluk Mama, dan kemudian membisikkan
ucapan terima kasih di telinga nya.
***
"Yaelaaahh!!
beneran nih coy, kamu mau jadi sopir busway!", ujar Iyan si Graphic
Designer ke dua yang tiba-tiba sudah duduk di sisi meja kerja ku. "Ya
iyalaaah.... kenapa?? kamu mau ikutan??", ujarku sambil mendelikkan mata
ke sahabat laki-laki satu-satu nya di kantor ini. Sebetulnya, kalau di
lihat dari KTP, ada tiga karyawan di sini yang berjenis kelamin
laki-laki. Tapi, karena tingkah dan cara bicara semuanya sudah pada
seperti ibu-ibu arisan, maka nya cuma si Iyan ini yang termasuk kategori
laki-laki menurut ku.
"Wah,, ga
usah yeee....!! hmmm.. akhirnya, aku lah yang menjadi sang juara
bertahan!", ujarnya sambil mengetuk-ngetukkan pensil butut yang konon
ia percaya sebagai sumber hoki nya kalau di pakai mendesign di meja.
"Juara bertahan apa? hmm.. kamu senang ya kalau aku hengkang dari kantor
ini?", tanya ku sambil memasang tampang merajuk. "Jiaaah!! merajuk ni
ye.....", ujarnya setengah berteriak. Aku terdiam beberapa waktu dan
tetap memasang tampang merajuk sambil tak melepaskan pandangan dari
monitor.
"Auri,
sebetulnya aku sedih kamu akan keluar dari kantor ini...", suara iyan
merendah dan sedikit memelas. "terus, apa maksudnya sang juara bertahan
tadi?", tanya ku tetap bernada sewot. "Ya.. kenyataannya begitu, aku lah
sang juara bertahan!", ujarnya sekali ini dengan mimik wajah gado-gado
alias campuran antara sedih dan senang yang sama sekali tak bisa ku
baca. "Maksudnya??", sekali ini aku bertanya sambil memandangnya lekat
tak berkedip. Lama Iyan terdiam, dan.. "Ya begitu deh,, kan aku bakalan
menjadi satu-satu nya seorang laki-laki yang bertahan di kantor ini!!
itu namanya Juara bertahan toh??", ujarnya dengan nada tanya dan
ekspresi wajah yang siap-siap tertawa. "Gilaa!! kamu pikir selama ini
aku laki-laki haah!!", aku pun secara refleks melemparkan pensil ku ke
arah Iyan yang tertawa terbahak-bahak dan sudah berlari terlebih dahulu
ke ruangan Mrs.Reiko.
Suasana
kantor memang menjadi sedikit berubah setelah aku mengutarakan maksud ku
untuk resign dikala pertunjukkan fashion show berakhir. Awalnya,
Mrs.Reiko menolak surat pengunduran diri ku yang terhitung hari ini
tinggal tujuh hari lagi sebelum fashion show. Memang, di kantor ini ada
dua orang Graphic Designer, tapi ku akui memang aku dan Iyan memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam membuat vector, secara
lah... ternyata memang ini adalah kodrat Allah akan penciptaanNya,
bahwa ternyata hasil graphic seorang laki-laki dan perempuan
perbedaannya terlihat jelas. Iyan memang mahir sekali kalau berurusan
dengan gambar-gambar yang bertema rada macho dan berhubungan dengan
dunia kegelapan (alias nominan warna hitam-red), tapi untuk gambar yang
betema kelembutan, sepertinya aura laki-laki nya sangat-sangat menolak
tegas.
"Are you
serious?", terngiang di telinga ku pertanyaan untuk kedua kali nya
Mrs.Reiko yang memang hanya bisa berbahasa Jepang dan Inggris menanyakan
kembali hasil keputusanku setelah aku menjelaskan secara detail alasan
ku untuk resign dan kesediaan ku untuk tetap membantu membuat vector
gambar orderan jika memang dibutuhkan."Yes Mom, I'm serious", ujarku
pelan tapi tegas. Sejenak Mrs. Reiko terdiam, tapi setelah aku
mengulang kesediaanku tetap membantu, akhirnya Mrs.Reiko pun
menganggukkan kepala nya tanda setuju.
"Woeeii...!!
kalau mau ngelamun ke hutan sana!!", suara Iyan membangunkan ku dari
lamunan. "Siapa juga yang ngelamun?", ujar ku berdalih sambil mengamati
Iyan yang sudah mematikan komputernya dan beres-beres. "Mrs.Reiko
mengajak kita ke gedung pertunjukan fashion show, itu kalau kamu mau
ikut lihat persiapan sekaligus hasil karya kita yang sudah jadi", ujar
Iyan tanpa menoleh kepada ku. "Apa?? karya kita?? karya gue kaleeee!!!
wuuuhhh!!", ujarku gaduh. Iyan kembali tertawa renyah menyadari kalau
memang fashion show kali ini yang bertema Bidadari tak ada satu pun
yang hasil design nya. "Suka-suka aku!!! karya mu kan karya ku juga,,
karya ku ya tetap karya ku!! hahahaha," iyan tertawa . "Ayo.. cepat mau
ikut ga?? ujar iyan yang mendapati ekspresi ku nyengir kuda. " Iya,
ikut... tunggu aku beres-beres dulu", ujar ku sadar kalau sehabis dari
gedung pertunjukkan kami tak akan balik lagi ke kantor."Aku tunggu tiga
menit", ujar iyan yang sudah ngeloyor ke arah parkiran mobil Mrs.Reiko.
"Owkeey bos!!", jawabku geli.
***
"Kamu di
mana? aku ke kantor mu tapi sudah sepi?", suara Dhirga di ujung telepon
membawa ku berjalan ke sisi kanan panggung yang dipakai para peragawan
dan peragawati berjalan lenggak-lenggok untuk berlatih. "Aku di Gedung
Seni sekarang", seperti biasa jawaban ku seadanya. "Tunggu aku, aku
langsung ke sana!", ujar Dhirga dan telepon pun di tutup.
Aku
terdiam sambil mengamati sang peragawan dan peragawati yang berlatih.
Hati ku merasa pilu dikala teringat kalau waktu ku bersama Mrs.Reiko
Crew ini hanya tinggal seumur jagung. Banyak kenangan indah yang aku
alami setelah kurang lebih tiga tahun bergabung, seluruh kejadian dari
awal bergabung sampai waktu aku mengirimkan surat lamaran pekerjaan
sebagai pengemudi busway ku lewat pos pagi tadi bagaikan slide yang
berputar-putar di kepala ku. Banyak yang telah aku dapat di sini, dan
ini adalah pengalaman berharga yang terukir di buku kehidupan ku.
"Woeeii
bos!! Apa kabar??", suara teriakan Iyan kembali menarik ku dari penyakit
melamun yang menghinggapi ku beberapa hari ini. Ku lihat Dhirga
menyalami tangan Iyan yang menghampirinya dengan akrab. Mereka
bercakap-cakap satu sama lain beberapa waktu, sampai akhirnya Iyan
menunjuk ke arah ku, untuk memberitahu posisi ku kepada Dhirga.
Dhirga
berdiri di samping ku, beberapa waktu kami terdiam satu sama lain sambil
memandang ke arah panggung. "Bagaimana keadaan mu hari ini?", Dhirga
membuka percakapan. "Baik", ujar ku singkat sambil tersenyum dengan
pandangan tetap ke panggung. "Aku mau bicara, tadi aku sudah bicara
dengan Iyan untuk minta ijin mengajak mu pulang lebih dulu", ujar
Dhirga. Aku tersenyum dan mengangguk. Sambil menuju ke pintu keluar,
kami melambaikan tangan ke arah Iyan dan Mrs.Reiko Crew yang kemudian
dibalas lambaian tangan kembali.
***
"Aku mohon
Auri, pertimbangkan lagi keputusan mu", Dhirga kembali membuka
percakapan setelah sekian lama kami hanya terdiam di mobil ini. "Aku
sudah mempertimbangkannya Ga, dan aku sudah memasukkan surat lamarannya
pagi tadi", jawab ku pelan. "Aku tidak sanggup Auri.. aku tidak
sanggup!", suara Dhirga sedikit meninggi. "Tidak sanggup apa?", tanya ku
tetap datar tanpa mengalihkan pandangan dari jalan di depanku. "Aku
tidak sanggup mempunyai pacar seorang sopir busway! pekerjaan itu tidak
cocok untuk mu! Ingat Auri... kamu seorang perempuan!!", suara Dhirga
naik satu oktaf. "Tapi, tetap tak ada salahnya seorang perempuan menjadi
sopir Ga, ini tetap pekerjaan halal", ujar ku dengan tenang.
Aku tahu,
ini adalah hal yang sulit untuk Dhirga, Seorang Dhirga yang terlahir
sebagai seseorang yang mapan dan selalu berperan dalam kemapanan untuk
mengendalikan perusahaan dan beratus-ratus karyawannya. Beberapa kali
Dhirga meminta ku untuk bekerja di perusahaanya, tapi selalu aku tolak
karena aku merasa aku tidak mempunyai kemampuan di bidang itu, aah,,
membayangkan pekerjaan yang selalu berurusan dengan angka itu mesti
membuat ku pusing, apa lagi kalau aku mesti benar-benar melakukannya.
Huaaah....
"Kalau
begitu, aku pun telah membuat keputusan Auri", ujar Dhirga, sekali ini
nada suaranya merendah. "Keputusan apa?", tanya ku. "Hubungan kita cukup
sampai di sini kalau kamu tetap mau menjadi sopir busway. Apa kamu
tidak berpikir? apa kata orang-orang kalau aku yang seorang direktur
utama mempunyai pacar seorang sopir busway... Auri, aku malah lebih
suka, baiknya kamu tidak usah bekerja, dan aku akan mentransfer kan uang
seberapa pun yang kamu inginkan,,, Please!! hentikan kekonyolan ini!!",
suara Dhirga bagai berteriak ketika kami terhenti di lampu merah.
"Ini bukan
hal yang berkenaan uang Ga, tidak semua kebahagiaan bisa dinilai dengan
uang", ujar ku tetap pelan. "Owkeey!! malam ini kamu pikirkan keputusan
mu itu, besok kamu beri aku jawabannya", ucap Dhirga sambil menginjak
gas ketika lampu telah menunjukkan warna hijau. "Aku sudah memikirkan
nya Ga, dan aku menerima keputusan mu. Maafkan aku...", ujar ku lirih.
Dhirga hanya diam seribu bahasa sepanjang perjalanan, dan sampai aku
turun dari mobilnya dikala sampai rumah tetap tak ada satu kata pun yang
keluar dari lisan nya.
***
"Alhamdulillah, akhirnya acara Fashion
Show Mrs.Reiko berjalan dengan lancar dan sukses", gumam Auri sambil
merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Diliriknya jam dinding berwarna
hijau dan berbentuk keropi yang menunjukkan kalau sekarang sudah pukul
00.12 wib. Sebetulnya acara tadi berakhir pukul 22.30 wib, tapi karena
Mrs.Reiko memberinya acara kejutan perpisahan, maka Auri pun harus rela
tetap dibecandain sampai malam oleh teman-teman, dan yang paling
mengharukan Iyan terlihat meneteskan air mata saat mengucapkan
perpisahan.
"Ayo Auri! kamu harus tidur
sekarang! besok adalah awal hari baru mu!", ujar Auri pada diri nya
sendiri, karena mulai besok dan dua puluh hari selanjutnya ia harus
mengikuti proses perekrutan sebagai pengemudi busway. Auri tersenyum
sambil memejamkan mata, dan dalam lelap ia pun merasa berada di antara
gugusan bintang dengan cahaya capella yang menawan.
***
Auri berdiri dan bersandar di
dinding lorong depan ruangan yang akan menjadi tempat tiga puluh orang
calon pengemudi busway memulai proses testing tahap ke dua. Kabarnya ada
ratusan pelamar yang berminat dan mengirimkan berkas untuk pekerjaan
ini, tetapi setelah melalui test administrasi dan tertulis maka hanya
tiga puluh orang yang diantaranya terdapat lima orang perempuan yang
akan mengikuti test selanjutnya.
Auri tersenyum mendengar
samar-samar celoteh mbak Susi yang menceritakan apa yang ia alami di
perjalanan menuju tempat test. Mbak Susi memang pandai bercerita,
selain memang cerita yang dicerita kan nya memang lucu, postur tubuhnya
yang gendut membuat cerita lucu menjadi semakin lucu dikala perutnya
yang bergoyang-goyang seakan-akan ikut tertawa. Yang paling senang
nimbrung di cerita mbak Susi adalah Yuk Rina yang konon asli nya dari
negeri tempat buk Bariah di film si Unyil. "Kalau ga percaya, tanya ke
Auri?", ujar mbak Susi yang membuat ku tersentak. "Apa mbak? maaf aku
kurang nyimak tadi?", aku rada gelagapan, karena memang pembicaraan
terakhir kurang ku simak.
"huhhh.. pantesan kamu ga
denger, lah telinga mu ditutup earphone!", Mbak Susi pasang tampang
cemberut dengan melipat-lipat muka nya yang bulat menjadi seperti bentuk
jeruk bali yang terjatuh dari gedung lantai lima. "Hehehe.. maaf deh
mbak, abis suntuk nih, kok lama bener mulainya, kan katanya dimulai jam
tujuh, ini sudah jam tujuh tiga puluh lebih malah belum mulai."Iya,
bener... kelamaan ini", ujar mbak Dian yang sedari tadi hanya memencet
keypad hape ber-sms-an ria dengan suaminya yang kerja nun jauh di bumi
cendrawasih.
Tak lama kemudian dari kejauhan
terlihat sosok Shinta sambil berlari-lari kecil membawa sebuah kertas.
Shinta adalah wanita termuda diantara kami yang masih kuliah dan sedang
proses menyelesaikan Tugas Akhir. "Hmm.. memang Allah yang Maha Tahu,
tujuan apa yang ada dibenak masing-masing, dan yang pasti semuanya
mengalami hal yang hampir sama yang aku rasakan setelah memutuskan untuk
berkerja di sini ", bisik ku dalam hati.
"huuh,, huh.. ", nafas Shinta
terhengal-hengal setelah sampai di antara kami. "Ayoo.. mbak-mbak ku,
sudah mau mulai, ini daftar dan jadwal urut ujian praktek kita",
ujarnya. Mbak Susi mengambil kertas yang dibawa Shinta, semua berkerumun
untuk membaca bersama:
Jadwal Test Calon Pengemudi Busway
- Session 1 : Test pengetahuan tentang peraturan lalu lintas
- Session 2 : Test Mengemudi
- Session 3 : Test Pengenalan Mesin
- Session 4 : Test Kesehatan
- Session 5 : Test Mengemudi ke Jalur Busway
- Session 6 : Test Akhir
"Ayo.. kita ke ruangan C-11", ujar Shinta semangat, kami tersenyum dan mengikuti langkah nya yang menari-nari.
***
"Huaaalah.. maka nya, jangan
belagu... perempuan kok mau jadi sopir... ya ga pantes!!", ujar Pak
Chandra yang sinis membuat Auri merasakan ada gendang yang bertalu di
dada nya. Ini adalah hari keempat belas nya melakukan proses test, dan
pada test mengemudi nya hari ini memang ia melakukan hal yang fatal,
roda busway sampai naik ke trotoar jalan gara-gara ia tadi mencoba
menghindari seekor kucing yang entah kenapa bisa terduduk dengan manis
di jalanan. "Jangan terlalu di dengar omongan Pak Chandra, memang
orangnya begitu,,, ngomong selalu ga menjaga perasaan orang", ujar Mbak
Dian yang tiba-tiba sudah ada di samping Auri. "Memang dunia ini sudah
mau kiamat! lihat... perempuan-perempuan ini, mungkin sudah lupa
kodratnya! mau apa hah? emansipasi?? hahahaha", tawa Pak Chandra semakin
menjadi-jadi karena melihat Auri yang ditarik mbak Dian menjauh.
***
"Apa yang kamu pikirkan Nak?", ujar
Mama yang tiba-tiba sudah ada di samping Auri Ada perasaan galau di hati
Auri tentang pekerjaan baru nya ini. "Besok pagi pengumuman hasil
testing Ma", jawab Auri pelan sambil menggerak-gerakkan kedua kaki nya
yang terendam di kolam ikan kecil belakang rumah. "Insyaallah, kalau
pekerjaan itu memang baik untuk mu menurut Allah, Mama yakin, kamu akan
lulus". Auri tersenyum dan merasakan setetes kesejukkan di kalbu nya.
"Insyaallah Ma, tapi... ada yang
mengganjal di hati Auri sekarang Ma, hmm... menurut Mama, menjadi
pengemudi busway apakah bentuk menyalahi kodrat sebagai seorang
perempuan?", akhirnya Auri mampu mencurahkan ke galauannya. "Tidak ada
sedikit pun niat Auri untuk melakukan seperti yang orang sebut
emansipasi Ma, Semua terjadi hanya karena Auri merasa kalau proses
kehidupan Auri sudah terlalu monoton, tak ada hal lebih yang Auri
rasakan ketika Auri pergi pagi ke kantor dan pulang di sore hari. Auri
ingin melakukan hal lebih Ma, bukankan kita akan menjadi seorang yang
merugi bila kita tidak melakukan hal yang lebih baik setiap harinya?",
ujar Auri.
Mama tersenyum dan menghembuskan nafas
pelan. Diusapnya kepala anak semata wayangnya itu. "Emansipasi,,,
memang merupakan suatu kata yang mempunyai ragam makna, Nak. Dan
Emansipasi adalah kata yang paling erat hubungannya dengan seorang
wanita, karena wanita lah yang terkadang merasa adanya sesuatu yang
tidak benar dalam hidupnya, baik itu karena ada rasa iri kepada pria
atau karena memang tidak mendapatkan keadilan dan haknya sebagai seorang
wanita", ujar Mama.
Mama juga tidak tahu, sejak
kapan masyarakat menjadikan wanita sebagai bahasan penting. Namun yang
Mama tahu, begitulah fenomena zaman ini. Wanita saat ini, dibelahan bumi
manapun ia berada, sedang menjadi sentra pembicaraan. Bahkan untuk
sebuah topik urgen dan asasi".
"Polemik ini begitu panjang,
seolah mengiringi pergantian siang dan malam. Hingga tumbuhlah ia
menjadi kajian penting, mengasikkan, berliku dan penuh teka-teki. Kadang
juga terkesan dibuat-buat dan diada-adakan. Hingga pemecahan dan jalan
keluarnya pun menjelma menjadi sesuatu yang susah dan menyulitkan".
Masalah ini begitu menyita
perhatian umat Islam. Para muslimah juga tidak ketinggalan. Oleh
karenanyalah mereka tidak sempat mengejar karir, ataupun yang lainnya.
Mereka terombang-ambing dibuatnya. Lelah sudah mereka mengadakan
pembelaan dan perlawanan. Jadilah perbandingan antara pria dan wanita
sebagai kesibukan mereka. Bingung dan tanda tanya besar tentang posisi
wanita mendominasi benak mereka.
Mama ingat ucapan seorang
dai'yah, Zainab Al-Ghazali, katanya, "kita telah membebek (menurut) pada
Barat dan menjadikan wanita sebagai sebuah masalah. Hingga banyaklah
pertanyaan-pertanyaan tentang "wanita teladan", "profil wanita",
"kedudukan wanita", dan lain-lain. Seolah-olah wanita dalam Islam tidak
memiliki peran. "Kamu tau Nak? Menjadi laki-laki atau wanita itu sama
saja, karena iman dan taqwa lah yang menjadi ukuran baku restu Sang
Pencipta, ujar mama mengakhiri.
"Iya Ma, memang arti emansipasi
sudah terlalu luas dan menjerumuskan seorang wanita bila ia tidak
mengetahui peran sebenarnya sebagai seorang wanita di ciptakan. Hmm...
tapi Ma, terkadang ada juga paradigma yang membatasi ruang gerak seorang
wanita untuk menjadi lebih baik. Sebagai contoh, sekarang ini masih
banyak Muslimah yang belum tahu cara berkoneksi internet, bahkan tidak
tahu apa itu internet. Menurut penelitian yang aku baca, wanita pengguna
internet di Indonesia baru mencapai 24%. Memang masih lebih tinggi dari
rata-rata wanita Timur Tengah yang hanya 6%. Tapi jelas, masih jauh
tertinggal dibanding wanita di Amerika Serikat yang sudah mencapai 41%
dan Amerika Latin 38%. Dari hasil tersebut terlihat, bahwa Muslimah yang
notabene nya berasal dari Indonesia dan Timur Tengah ternyata masih
sangat rendah.
Coba Mama perhatikan orang-orang
yang brkecimpung d bidang teknologi, ternyata bidang ini cenderung
didominasi oleh kaum pria, bisa di lihat dari jumlah mahasiswi yang
menjadi kaum minoritas di jurusan teknik.
Wanita cenderung menghindar dari pekerjaan teknis atau berbau teknologi karena: telah terjebak isu gender, Faktor alamiah, dan Adanya diskriminasi di dunia kerja. Padahal, sebenarnya teknologi itu sendiri di ciptakan utk mempermudah kehidupan manusia, yang tidak terbatas oleh gender.
Wanita cenderung menghindar dari pekerjaan teknis atau berbau teknologi karena: telah terjebak isu gender, Faktor alamiah, dan Adanya diskriminasi di dunia kerja. Padahal, sebenarnya teknologi itu sendiri di ciptakan utk mempermudah kehidupan manusia, yang tidak terbatas oleh gender.
Memang fitrahnya wanita cenderung lebih banyak menghabiskan waktu untuk urusan rumah tangga, tapi ada banyak teknologi yang bisa mempermudah pekerjaan tersebut. Contohnya, dengan adanya internet banking, pekerjaan membayar berbagai tagihan menjadi relatif mudah dan terhindar dari antri, yg bs menghemat waktu dan tenaga. Internet juga bisa di gunakan untuk mencari berbagai resep masakan, kecantikan, atau mencari info tentang perkembangan dan pendidikan anak. Dan yang paling penting, muslimah adalah guru bagi anak-anaknya, yang menjadi penerus umat. Kalau gurunya gaptek bagaimana dengan muridnya nanti??
Begitu juga dengan pekerjaan
menjadi pengemudi busway. Menurutku, bekerja menjadi seorang pengemudi
busway bukanlah suatu hal yang salah. Memang sih, paradigma masyarakat
sudah tertanam kalau menjadi seorang pengemudi atau sopir adalah
pekerjaan kasar dan khusus untuk kaum pria. Tapi, menjadi pengemudi
busway merupakan hal yang berbeda dari menjadi pengemudi-pengemudi
lainnya. Karena, seorang pengemudi busway memiliki gaji dan tidak pernah
bekerja untuk mengejar setoran. Ia mempunyai jadwal yang tepat, yaitu
bekerja hanya delapan jam dalam sehari, ujar Auri menambahkan.
"Nak, Mama yakin kamu sudah
paham mengenai hal ini, tapi Mama tetap akan mengingatkan agar kamu
tidak melupakan kodrat alamiah seorang wanita nantinya. Kalau masih
sebatas mencari pengalaman dan ilmu, Mama pasti merestui, tapi... kalau
kamu mau jadikan pekerjaan ini untuk selamanya, Mama rasa tidak toh?",
ujar Mama tak kalah untuk mengemukakan pendapatnya.
"Iya.. Mama ku sayang.... mana
mau juga Auri jadi pengemudi busway selamanya, karena Auri tahu, peran
Auri yang utama adalah menjadi seperti Mama", jawab Auri sambil memeluk
Mama manja, dan kemudian keduanya berangkulan ke dalam rumah diikuti
pandangan sepasang mata dari rindang nya pepohonan di sekitar kolam.
***
"Horaaay!!! kita lulus
semua!!!", Shinta berlonjakkan kegirangan. Terlihat juga Mbak Susi, Mbak
Dian dan Yuk Rina berangkulan bahagia. Dari jarak yang agak jauh, Auri
melangkah menuju ke seseorang yang semalam telah menghubunginya kembali
lewat telepon. Seseorang yang semalam secara tidak sengaja mendengarkan
pembicaraannya dengan Mama. Seseorang yang juga telah menyalakan kembali
pelita di hati nya yang redup. Langkah Auri pun semakin cepat dan dalam
langkahnya ia pun membalas lambaian tangan sosok yang bersandar di
sebuah mobil. "Dhirga!! Aku lulus!!! Aku Lulus", ujar Auri Bahagia.
***
Hanya sebuah tulisan lawas di bulan Maret 2013
***
Hanya sebuah tulisan lawas di bulan Maret 2013